Diskusi 2 - Dasar-dasar Perpajakan

Setelah mempelajari Modul, jawab pertanyaan ini :
I. Faktor- faktor apa saja yang mempengaruhi terlaksananya secara ideal fungsi budgeter dan fungsi regulerend suatu negara.
II. Jelaskan istilah berikut ini disertai dengan aturannya.

JAWABAN

I. Faktor-faktor yang mempengaruhi terlaksananya pajak sebagai fungsi budgeter dan fungsi regulerend suatu negara. :

1. Dalam optimalisasi fungsi budgeter pajak sebagai alat atau sumber utama memperoleh dan memasukkan dana ke dalam kas negara, terdapat beberapa faktor yang memengaruhinya. Adapun faktor-faktor tersebut yaitu :

a. Filsafat negara
Filsafat atau ideologi negara sangat menentukan fungsi budgeter pajak. Negara yang memiliki filsafat dengan orientasi pada kesejahteraan rakyat, maka negara tersebut akan memperoleh dukungan dari rakyatnya. Jika rakyat telah memberikan yang baik pada negara, kebijakan-kebijakan apapun termasuk dalam hal pembayaran pajak akan dipatuhinya. Sebaliknya, jika suatu negara tidak berorientasi pada rakyat, melainkan untuk kepentingan tertentu, maka pemerintah akan sulit memperoleh dukungan dan partisipasi rakyat termasuk dalam hal pembayaran pajak.

b. Kejelasan undang-undang dan peraturan perpajakan
Undang-undang dan peraturan perpajakan yang disusun dengan jelas dan mudah dipahami pasti tidak akan mengakibatkan salah penafsiran. Sehingga prosedur dan ketentuan perpajakan akan bisa dilaksanakan dengan baik oleh fiskus maupun wajib pajak. Jika sudah demikian maka penggalangan dana dari masyarakat dalam bentuk pajak pun akan dapat berjalan optimal sesuai dengan fungsi budgeter pajak.

c. Tingkat pendidikan masyarakat selaku wajib pajak
Semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat maka akan semakin mudah baginya untuk mengerti dan memahami peraturan perpajakan, termasuk dalam hal memahami sanksi-sanksi perpajakan seperti sanksi administrasi atau sanksi pidana fiskal bagi pelanggaran perpajakan. Jika masyarakat memahami undang-undang dan peraturan perpajakan, maka mereka akan mematuhi untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Sehingga aliran dana pajak dari masyarakat tidak akan mengalami permasalahan.

d. Kualitas dan kuantitas fiskus pajak
Kualitas dan banyaknya jumlah fiskus yang cukup dan baik akan menentukan efektifitas sebuah undang-undang dan peraturan perpajakan. Fiskus yang kompeten dan profesional akan mampu bekerja secara konsisten dan komitmen untuk menggali obyek-obyek pajak yang harus dikenakan pajak menurut ketentuan perpajakan. Serta jumlah fiskus pajak yang cukup dan memadai akan meningkatkan efktifitas kegiatan perpajakan. Maka prosedur dan aliran dana perpajakan akan berjalan dengan baik dan lancar sehingga memenuhi fungsi pajak sebagai budgeter negara.

e. Penerapan strategi oleh organisasi perpajakan
Organisasi perpajakan yang dimaksud adalah kantor-kantor pelayanan dan kantor-kantor pemeriksaan serta penyelidikan pajak yang diawasi langsung oleh Dirjen Pajak. Jika strategi-strategi perpajakan mampu diterapkan dengan baik oleh organisasi perpajakan, maka program dan prosedur aliran dana perpajakan akan berjalan baik pula dan lancar. Maka fungsi budgeter pajak sebagai sumber pendapatan negara bisa terpenuhi.

Pada kesimpulannya, perwujudan fungsi budgeter pajak dalam kehidupan ekonomi negara dapat dilihat melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang setiap tahun disusun serta disahkan dengan undang-undang. Artinya, jika APBN meningkat dari tahun sebelumnya berarti penerimaan negara yang ditunjang besar oleh pajak mengalami peningkatan pula. Dalam hal ini menandakan bahwa fungsi budgeter pajak sebagai sumber penerimaan dana bagi kas negara telah berjalan dengan baik


2. Sedangkan dalam hal fungsi pajak sebagai regulerend, ada tambahan faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan untuk dapat terlaksananya fungsi tsb, antara lain :

a. Pemungutan pajak harus adil; pajak pun mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya. Contohnya:
Dengan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak. Kemudian pajak diberlakukan bagi setiap warga atau yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak; selanjutnya Sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai dengan berat pelanggaran.

b. Pengaturan pajak harus berdasarkan UU; Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: “Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan ataka diatur dengan Undang-Undang”, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu:
- Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU tersebut harus dijamin kelancarannya
- Jaminan bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara umum
- Jaminan  akan terjaganya kerahasiaan bagi para wajib pajak

c. Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan, maupun jasa. Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak, terutama masyarakat kecil dan menengah.

d. Pemungutan pajak harus efesien Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun dari segi waktu.

e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan dalam pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan dampak positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika pemungutan pajak rumit, orang akan semakin enggan membayar pajak. Contoh:
- Bea materai disederhanakan dari 167 macam menjadi 2 macam
- Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu, yaitu 10%
- Pajak perseorangan untuk badan dan pajak pendapatan untuk perseorangan disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan maupun perseorangan (pribadi)



II. Jelaskan istilah berikut ini disertai dengan aturannya.

A. Bea masuk : adalah pungutan negara berdasarkan undang-undang yang dikenakan terhadap barang yang memasuki daerah pabean Indonesia. Dasar hukumnya adalah Undang-undang No 8 Tahun 1983, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No 18 Tahun 2000. UU PPN & PPn BM efektif mulai berlaku sejak tanggal 1 April 1985 dan merupakan pengganti UU Darurat No 19 Tahun 1951 tentang Pajak Penjualan

B. Pajak Penjualan : Pajak Penjualan adalah sales tax yaitu pajak tidak langsung yang dikenakan oleh pengusaha atas penyerahan barang oleh pabrik atau atas barang-barang impor.  dasar hukumnya adalah Undang-undang No 8 Tahun 1983, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No 18 Tahun 2000. UU PPN & PPn BM efektif mulai berlaku sejak tanggal 1 April 1985 dan merupakan pengganti UU Darurat No 19 Tahun 1951 tentang Pajak Penjualan

C. Bea Materai modal : bea materai modal adalah pajak tidak langsung yg dipungut secara insidental jika dibuat tanda/dokumen dalam penempatan modal di suatu akta perusahaan. Peraturan yang mengatur hal ini adalah UU Bea materai 1985.

D. Bea balik nama : adalah bentuk pajak juga yang dipungut atas dasar pengalihan hak milik atas kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi jual beli, tukar menukar, hibah termasuk hibah wasiat dan hadiah, warisan atau pemasukan kedalam badan usaha. Dasar hukum dari Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah Undang­ Undang Nomor 10 Tahun 1968 tentang Penyerahan Pajak Negara Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN.KB), Pajak Bangsa Asing dan Pajak Radio kepada Daerah. Dasar hukum tersebut oleh Daerah dilanjutkan pengaturannya dengan menerbitkan Peraturan Daerah.

E. Pajak perseroan; pajak yang harus dibayar oleh perusahaan, dikenakan atas laba yang diperoleh menurut ketentuan undang-undang. Undang-undang yang mendasarinya antara lain UU No.7/1983, diubah dengan Undang-undang No. 17/2000;

F. Pajak devident : Di Indonesia, payung hukum mengenai dividen termaktub dalam Undang-Undang RI No.36/Tahun 2008 Pasal 4 huruf g yang merupakan amandemen keempat dari UU No.7 Tahun 1983 dan dikategorikan sebagai objek pajak dalam Peraturan Pajak Seri Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23. Bunyi UU RI No.36/th.2008 Pasal 4 adalah sebagai berikut: Ayat (1) "Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk...... (huruf g) dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi..." Dari undang-undang tersebut, secara lengkap dividen merujuk kepada beberapa definisi, di antaranya:

   - Pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung dengan nama dan dalam bentuk apapun;
   - Pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal disetor
   - Pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham.
   - Pembagian laba dalam bentuk saham
   - Pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran
   - Jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan
   - Pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statute) yang dilakukan secara sah
   - Pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut
   - Bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi
   - Bagian laba yang diterima oleh pemegang polis
   - Pembagian berupa SHU kepada koperasi
    -Pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan

Comments

Popular Posts